Sayyidina Ali Jual-Beli Dengan Dua Malaikat - Udah lama ga posting, dengan berbagai alasan pokoknya lah. Salah satunya sibuk dengan pekerjaan. Pagi, siang, malem kerja, lho istirahatnya kapan... haha...Update kali ini farray akan bagikan kepada sobat pembaca tentang kisah hikmah Sayyidina Ali Jual-Beli Dengan Dua Malaikat.
Membaca kisah ini membuat berpikir betapa lemahnya iman aku, tetapi ada juga rasa rindu dengan beliau-beliau yang telah berjasa dengan tegaknya agama ini. Terlebih dengan Al-Mustofa Sayyidina Muhammad SAW (Ya Allah, sampaikanlah shalawat serta salam yang sempurna sebanyak bilangan nafas semua mahluk-mahluk ciptaan engkau dari awal hingga akhir kepada beliau, keluarga beliau, sahabat serta semua umat beliau, aamiin). Mari sama-sama kita baca kisah ini sob, semoga akan memberikan manfaat buat kita, terutama keimanan dan ketakwaan kita.
Sayyidina Ali Jual-Beli Dengan Dua Malaikat |
Sayyidina Ali Jual-Beli Dengan Dua Malaikat
Kisah ini diriwayatkan Ja’far bin Muhammad, yang memiliki sanad dari ayahnya, lalu dari kakeknya. Suatu ketika, cerita kakek Ja’far, Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramaLlahu wajhah mengunjungi rumahnya selepas silaturahim kepada Rasulullah.
Di rumah itu Ali menjumpai istrinya, Sayyidah Fathimah, sedang duduk memintal, sementara Salman al-Farisi berada di hadapannya tengah menggelar wol.
“Wahai perempuan mulia, adakah makanan yang bisa kau berikan kepada suamimu ini?” tanya Ali kepada istrinya.
“Demi Allah, aku tidak mempunyai apapun. Hanya enam dirham ini, ongkos dari Salman karena aku telah memintal wol,” jawabnya. “Uang ini ingin aku belikan makanan untuk (anak kita) Hasan dan Husain.”
“Bawa kemari uang itu.” Fathimah segera memberikannya dan Ali pun keluar membeli makanan.
Tiba-tiba ia bertemu seorang laki-laki yang berdiri sambil berujar, “Siapa yang ingin memberikan hutang (karena) Allah yang maha menguasai dan mencukupi?” Sayyidina Ali mendekat dan langsung memberikan enam dirham di tangannya kepada lelaki tersebut.
Fatimah menangis saat mengetahui suaminya pulang dengan tangan kosong. Sayyidina Ali hanya bisa menjelaskan peristiwa secara apa adanya.
“Baiklah,” kata Fathimah, tanda bahwa ia menerima keputusan dan tindakan suaminya.
Sekali lagi, Sayyidina Ali bergegas keluar. Kali ini bukan untuk mencari makanan melainkan mengunjungi Rasulullah. Di tengah jalan seorang Badui yang sedang menuntun unta menyapanya. “Hai Ali, belilah unta ini dariku.”
”Aku sudah tak punya uang sepeser pun.”
“Ah, kau bisa bayar nanti.”
“Berapa?”
“Seratus dirham.”
Sayyidina Ali sepakat membeli unta itu meskipun dengan cara hutang. Sesaat kemudian, tanpa disangka, sepupu Nabi ini berjumpa dengan orang Badui lainnya.
“Apakah unta ini kau jual?”
“Benar,” jawab Ali.
“Berapa?”
“Tiga ratus dirham.”
Si Badui membayarnya kontan, dan unta pun sah menjadi tunggangan barunya. Ali segara pulang kepada istrinya. Wajah Fatimah kali ini tampak berseri menunggu penjelasan Sayyidina Ali atas kejadian yang baru saja dialami.
“Baiklah,” kata Fatimah selepas mendengarkan cerita suaminya.
Ali bertekad menghadap Rasulullah. Saat kaki memasuki pintu masjid, sambutan hangat langsung datang dari Rasulullah. Nabi melempar senyum dan salam, lalu bertanya, “Hai Ali, kau yang akan memberiku kabar, atau aku yang akan memberimu kabar?”
“Sebaiknya Engkau, ya Rasulullah, yang memberi kabar kepadaku.”
“Tahukah kamu, siapa orang Badui yang menjual unta kepadamu dan orang Badui yang membeli unta darimu?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” sahut Ali memasrahkan jawaban.
“Sangat beruntung kau, wahai Ali. Kau telah memberi pinjaman karena Allah sebesar enam dirham, dan Allah pun telah memberimu tiga ratus dirham, 50 kali lipat dari tiap dirham. Badui yang pertama adalah malaikat Jibril, sedangkan Badui yang kedua adalah malaikat Israfil (dalam riwayat lain, malaikat Mikail).”
Kisah yang bisa kita baca dari kitab al-Aqthaf ad-Daniyah ini menggambarkan betapa ketulusan Ali dalam menolong sesama telah membuahkan balasan berlipat, bahkan dengan cara dan hasil di luar dugaannya.
Keluasan hati istrinya, Fathimah, untuk menerima keterbatasan juga melengkapi kisah kebersahajaan hidup keluarga ini. Dukungan penuh dari Fathimah telah menguatkan sang suami untuk tetap bermanfaat bagi orang lain, meski untuk sementara waktu mengabaikan kepentingannya sendiri: makan.
Mari kita sama-sama ambil pelajaran dari kisah hikmah diatas, betapa suci, bersih serta tulusnya hati mereka. Yang mana sungguh dijaman ini sangat lah susah menemukan orang seperti beliau-beliau. Kita memohon, berharap serta bertawakal kepada Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Tunggal, Maha Sempurna, Maha Kekal Abadi, Maha Agung, Maha Mulia ALLAH SWT untuk diberikan kemudahan mengendalikan diri ini dan apa-apa yang ada dalam diri ini, menuju kejalan yang penuh dengan kemuliaan, Rahmat serta Keridhaan ALLAH SWT. Dan jangan berhenti untuk terus berusaha merubah keburukan-keburukan kita, meskipun hal itu sangatlah berat, karena ALLAH SWT tidak akan merubahnya jika kita tidak berusaha untuk merubah sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar